Banyak
hal yang bisa kita ambil dari filosofi wayang. Secara tersirat empat
sosok Punakawan memiliki arti filosofis yang tinggi. Dalam berbagai
cerita di wayang, Punakawan adalah merupakan empat sosok yang memiliki
kesetiaan tinggi pada Bendaranya (tuannya). Mereka selalu mengawal
kemana pun tuannya pergi.
Sebelum kita membahas mengenai sosok Punakawan, terlebih dulu kita kupas
arti dari Punakawan. Kata Punakawan juga bisa disebut Panakawan.
Panakawan terdiri dari kata Pana = Memahami; Kawan: Teman. Teman dalam
hal ini yang dimaksud adalah teman hidup yang senantiasa mendampingi
kita. Secara tersirat, keempat sosok Punakawan itu merupakan gambaran
dari pemahaman Kawruh Kejawen, Sedulur Papat, Lima Pancer.
Keempat sosok Punakawan tersebut sangat terkenal, mereka antara lain
Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka digambarkan sangat setia
mengawal kemana pun ksatria yang menjadi tuannya pergi. Tuan dari
Panakawan yang sering dikawal adalah Arjuna. Umumnya, para Panakawan
mengiringi kemana pun Arjuna pergi untuk melakukan tapa brata.
Pertanyaan yang muncul, jika Punakawan/Panakawan digambarkan sebagai
Sedulur Papat, lalu siapa makna filosofis bagi ksatria (Arjuna) yang
dikawal Punakawan itu? Simbolisasi ksatria adalah diri manusia itu
sendiri yang juga disebut Pancer.
Posisi pancer berada di tengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang
mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi
wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran
akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia
(sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia hidup diawali dari
saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (pancer) lahir dari
rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas
itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu
lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin untuk
melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang
lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah.
Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah.
Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil. Ngelmu
sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke
dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Seperti
halnya pada agama Islam yang juga dinyatakan di Al Qur'an bahwa "Pada
setiap manusia ada penjaga-penjaganya".
Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati.
Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan
dengan seorang sais yang mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat
ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta
melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah
melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan
biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih
melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah
mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya.
Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor
kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar
sampai ke tujuan akhir, Paraning Dumadi.
Dhandhanggula
1. Ana kidung akadang premati, among tuwuh ing kawastanira,
nganakaken saciptane, kakang kawah puniku, kang rumeksa ing awak mami,
anekakaken sedya, pan kuwasanipun, adhi ari-ari ika, kang mayungi ing
laku kuwasaneki, ngenakaken pengarah.
2. Ponang getih ing rahina wengi, angrowangi Allah kang kuwasa
andadekaken karsane, puser kuwasanipun, nguyu-uyu sembawa mami, nuruti
ing panendha, kuwasanireku, jangkep kadangingsun papat, kalimane pancer
wus sawiji, nunggul sawujud ingwang.
3. Yeku kadangingsun kang umijil, saking margaina sareng samya sadina
awor enggone, sekawan kadangingsun, dadiya makdumsarpin sira,
wawayangan ing dat reke dadiya kanthi, saparan datan pisah.(*)
0 komentar:
Posting Komentar