Senin, 03 Juni 2013

Cara Manembah Ala Suluk Wujil



Seperti pernah diulas sebelumnya bahwa manusia hidup di dunia ini memiliki dua hakekat. Hakekat yang pertama adalah Tansah Manembah Marang GUSTI ALLAH (Selalu menyembah pada GUSTI ALLAH) dan kedua, Apik marang sak padha padhaning ngaurip (Berbuat baik pada sesama makhluk hidup). Kali ini kita akan membahas perihal manembah marang GUSTI ALLAH.

Bagaimana cara manembah marang GUSTI ALLAH? Kita bisa mengutip pada beberapa bait Suluk Wujil karangan dari Sunan Bonang yang berbunyi:

Apakah salat yang sebenar-benar salat?
Renungkan ini: Jangan lakukan salat
Andai tiada tahu siapa dipuja
Bilamana kaulakukan juga
Kau seperti memanah burung
Tanpa melepas anak panah dari busurnya
Jika kaulakukan sia-sia
Karena yang dipuja wujud khayalmu semata

Lalu apa pula zikir yang sebenarnya?
Dengar: Walau siang malam berzikir
Jika tidak dibimbing petunjuk Tuhan
Zikirmu tidak sempurna
Zikir sejati tahu bagaimana
Datang dan perginya nafas
Di situlah Yang Ada, memperlihatkan
Hayat melalui yang empat

Pedoman hidup sejati
Ialah mengenal hakikat diri
Tidak boleh melalaikan shalat yang khusyuk
Oleh karena itu ketahuilah
Tempat datangnya yang menyembah
Dan Yang Disembah
Pribadi besar mencari hakikat diri
Dengan tujuan ingin mengetahui
Makna sejati hidup
Dan arti keberadaannya di dunia

Karena itu, Wujil, kenali dirimu
Kenali dirimu yang sejati
Ingkari benda
Agar nafsumu tidur terlena
Dia yang mengenal diri
Nafsunya akan terkendali
Dan terlindung dari jalan
Sesat dan kebingungan
Kenal diri, tahu kelemahan diri
Selalu awas terhadap tindak tanduknya

Mengenal Diri dari Serat Asmaralaya



Dalam budaya Jawa banyak serat yang diciptakan oleh nenek moyang kita. Salah satunya adalah Serat Asmaralaya. Jika kita mempelajari serat Asmaralaya tersebut, maka kita akan mengetahui dunung kita pribadi.

Dalam sebuah hadist di ajaran Islam disebutkan “Barangsiapa yang mengetahui dirinya sendiri, maka ia akan tahu Tuhannya”. Nah, kalau Anda ingin mengetahui diri Anda pribadi, tidak ada salahnya belajar pada Serat Asmaralaya. Serat Asmaralaya tersebut antara lain berbunyi:



Ana wiku medhar ananing hyang agung
kang nglimputi dhiri
wayangan nya dumumung neng netranira
bunder nguwung lir sunaring surya nrawung
aran nur muhammad
weneh muwus jatining kang murbeng idhup
yaiku pramana
kang misesa ing sakalir
dumuning neng utyaka guruloka
iya iku tembung arab baitul makmur

Ada Orang Bijak menjelaskan adanya Hyang Agung
Yang menyelimuti diri
Gambarannya ada pada Matamu sendiri
Bentuknya bundar memancarkan sinar surya yang menerawang
Yang dijuluki Nur Muhammad
Memberikan kesejatian dalam hidup
Yaitu pramana
Yang menguasai segalanya
Letaknya ada di guruloka
Yaitu bahasa Arabnya baitul makmur


Tandane kang nyata
aneng gebyaring pangeksi
lwih waspada wruh gumlaring alam donya
mung pramana kang bisa nuntun marang swarga
ana rupa kadya rupanta priyangga
kang akonus saking kamungsangta wus
saplak nora siwah
amung mawa caya putih
yaiku aran mayangga seta

Tandanya yang nyata
Ada dalam gebyar angan-angan
Lebih waspada tahu gumelarnya alam dunia
Hanya pramana yang bisa menuntun ke Surga
Ada bentuk rupa seperti rupa orang
Yang mengaku dari prasangka
Yang tidak berbeda satu dengan lainnya
Hanya lewat cahaya putih
Yang disebut Mayangga Seta


ana cahya seta prapta geng sabda
iya iku nur muhammad kang satuhu
cahya maya maya
jumeneng munggwing unggyaning
tuntung driya anartani triloka
baitul makmur baitul mukharam tetelu
ing baitul muqadas

Ada cahaya putih seperti SabdaNya
Iya itu Nur Muhammad yang sejati
Cahaya maya-maya (samar-samar)
Terletak umpama tingkatan
Dalam indera yang disebut triloka (tiga tempat)
Baitul makmur baitul mukharam ketiga
Di baitul muqadas


sumanar prapteng pangeksi
liyepena katon ponang cahya maya
anarawung warna warna wor dumunung
nuksmeng cahya kang sajati
ingkang padhang gumilang tanpa wayangan
langgeng nguwung angebeki buwana gung
mulih purwanira

Bersinar tanpa henti
Gambarannya tampak mirip cahaya maya
Berbaur warna-warna yang ada
Dengan cahaya yang sejati
Yang terang benderan tanpa halangan
Langgeng memenuhi buwana yang agung
Terhadap dirimu


duk durung tumurun maring
ngarcapada awarna warana raga
cahyanipun gumilang gilang nelawung
tanpa wewayangan
nelahi sesining bumi
gya tumurun dadya manungsa

Ketika belum turun
Ke alam dunia berbentuk raga
Cahayanya penuh gebyar
Tanpa halangan
Memenuhi seisi bumi
Akhirnya segera turun menjadi manusia

marma temtu yen prapta antareng layu
ana cahya prapta
gumilang pindhah angganing
tirta munggwing ron lumbu amaya maya
dyan puniku ciptanen dadya sawujud
lawan sabdanira
kang sinedyan samadyaning
ngen ngenta yekti waluya sampurna
mulya wangsul mring salira numuhun

Tentu saja ketika sudah waktunya
Ada cahaya
Bersinar berpindah warna
Air seperti berbentuk samar-samar
Yaitu cipta yang menjadi satu wujud
Dengan sabda mu sendiri
Yang langsung terjadi
Yang diangan-angankan pasti terjadi sempurna
Mulia kembali pada dirimu sendiri


sabda gaib babar
bali angebaki bumi
tribuwana kebak bangkit megat nyawa

Sabda gaib kembali digelar
Kembali memenuhi bumi
Tribuwana penuh bangkit memisahkan nyawa


Serat asmalaya adalah salah satu serat Jawa yang berbentuk suluk atau piwulang, berisikan ajaran suci berdasarkan ajaran Islam yang dipadukan dengan ajaran kejawen. Lebih dari itu, serat ini adalah hasil pemikiran dan perenungan nenek moyang kita. Serat ini penuh dengan pesan moral yang bernafaskan Islam. Ajaran yang terkandung dalam serat ini erat kaitannya dengan perbuatan dan kelakuan yang merupakan cerminan budi pekerti manusia.

Memahami Filosofi Leluhur Jawa


Leluhur masyarakat Jawa memiliki beraneka filosofi yang jika dicermati memiliki makna yang begitu dalam. Tetapi, anehnya filosofi yang diberikan oleh para leluhur itu saat ini dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Dibawah ini ada beberapa contoh filosofi dari para leluhur/nenek moyang masyarakat Jawa.



"Dadio banyu, ojo dadi watu" (Jadilah air, jangan jadi batu).

Kata-kata singkat yang penuh makna. Kelihatannya jika ditelaah memang manungso kang nduweni manunggaling roso itu harus tahu bagaimana caranya untuk dadi banyu.

Mengapa kita manusia ini harus bisa menjadi banyu (air)? Karena air itu bersifat menyejukkan. Ia menjadi kebutuhan orang banyak. Makhluk hidup yang diciptakan GUSTI ALLAH pasti membutuhkan air. Nah, air ini memiliki zat yang tidak keras. Artinya, dengan bentuknya yang cair, maka ia terasa lembut jika sampai di kulit kita.

Berbeda dengan watu (batu). Batu memiliki zat yang keras. Batu pun juga dibutuhkan manusia untuk membangun rumah maupun apapun. Pertanyaannya, lebih utama manakah menjadi air atau menjadi batu? Kuat manakah air atau batu?

Orang yang berpikir awam akan menyatakan bahwa batu lebih kuat. Tetapi bagi orang yang memahami keberadaan kedua zat tersebut, maka ia akan menyatakan lebih kuat air. Mengapa lebih kuat air daripada batu? Jawabannya sederhana saja, Anda tidak bisa menusuk air dengan belati. Tetapi anda bisa memecah batu dengan palu.

Artinya, meski terlihat lemah, namun air memiliki kekuatan yang dahsyat. Tetes demi tetes air, akan mampu menghancurkan batu. Dari filosofi tersebut, kita bisa belajar bahwa hidup di dunia ini kita seharusnya lebih mengedepankan sifat lemah lembut bak air. Dunia ini penuh dengan permasalahan. Selesaikanlah segala permasalahan itu dengan meniru kelembutan dari air. Janganlah meniru kekerasan dari batu. Kalau Anda meniru kerasnya batu dalam menyelesaikan setiap permasalahan di dunia ini, maka masalah tersebut tentu akan menimbulkan permasalahan baru.

"Sopo Sing Temen Bakal Tinemu"

Filosofi lainnya adalah kata-kata "Sopo sing temen, bakal tinemu" (Siapa yang sungguh-sungguh mencari, bakal menemukan yang dicari). Tampaknya filosofi tersebut sangat jelas. Kalau Anda berniat untuk mencari ilmu nyata ataupun ilmu sejati, maka carilah dengan sungguh-sungguh, maka Anda akan menemukannya.

Namun jika Anda berusaha hanya setengah-setengah, maka jangan kecewa jika nanti Anda tidak akan mendapatkan yang anda cari. Filosofi di atas tentu saja masih berlaku hingga saat ini.

"Sopo sing kelangan bakal diparingi, sopo sing nyolong bakal kelangan"
(Siapa yang kehilangan bakal diberi, siapa yang mencuri bakal kehilangan).


Filosofi itupun juga memiliki kesan yang sangat dalam pada kehidupan. Artinya, nenek moyang kita dulu sudah menekankan agar kita tidak nyolong (mencuri) karena siapapun yang mencuri ia bakal kehilangan sesuatu (bukannya malah untung).

Contohnya, ada orang yang dicopet. Ia akan kehilangan uang yang dimilikinya di dalam dompetnya. Tetapi GUSTI ALLAH akan menggantinya dengan memberikan gantinya pada orang yang kehilangan tersebut. Tetapi bagi orang yang mencopet dompet tersebut, sebenarnya ia untung karena mendapat dompet itu. Namun,ia bakal dibuat kehilangan oleh GUSTI ALLAH, entah dalam bentuk apapun.

Dari filosofi tersebut, Nenek moyang kita sudah memberikan nasehat pada kita generasi penerus tentang keadilan GUSTI ALLAH itu. GUSTI ALLAH itu adalah hakim yang adil.

Belajar dari Wejangan Nabi Khiddir pada Sunan Kalijaga

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun orang lain. Orang Jawa menyebut belajar pada pengalaman orang lain itu sebagai "kaca benggala". Nah, kini kita belajar pada pengalaman dari Kanjeng Sunan Kalijaga.



Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali kafir.

Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga? Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Inilah kutipan wejangannya:

Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki


Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu; dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya; Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.

Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.


Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya

Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira,
aranira aran mami


Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku; Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku

Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya Allah ana nireki.


Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu

Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi


Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.

Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.


Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup

Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.


mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

Dari wejangan tersebut kita bisa lebih mengenal GUSTI ALLAH dan seharusnya manusia tidak takut untuk menghadapi kematian. Disamping itu juga terdapat wejangan tentang bagaimana seharusnya semedi yang disebut "mati sajroning ngahurip" dan bagaimana dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Pahamilah Sifat Nerimo Dari Wulangreh


Dalam menghadapi hidup perlu ketulusan. Ya, memang hidup ini penuh dengan masalah. Tetapi seberat apapun masalah itu, kita perlu ketulusan untuk menghadapinya. Ketulusan itulah yang diajarkan pada kita lewat Serat Wulangreh Pupuh Mijil.

Serat Wulangreh adalah karya Jawa Klasik berbentuk puisi tembang macapat, yang ditulis oleh Susuhunan Paku Buwono IV tahun (1768-1920).

Di serat itulah kita diajari bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan. Setiap manusia ini diberi kodrat hidup di dunia ini sebagai seorang ksatria. Yang dimaksud Ksatria adalah seseorang yang harus berani menghadapi hidup meskipun berat ataupun ringan, walaupun dijaman keemasan atau jaman resesi ekonomi. Kita semua sebagai ksatria wajib untuk menjalani kodrat hidup yang sudah digariskan GUSTI ALLAH hingga akhir cerita kehidupan dan kembali kepadaNYA.

Seperti dalam bait 1 Serat Wulangreh Pupuh Mijil tersebut yang berbunyi:

1. Pomo kaki padha dipun eling
ing pitutur ingong
sira uga satriya arane
kudu anteng jatmika ing budi
luruh sarta wasis
samubarang tanduk

(Oleh karena itu saudara, harap diingat
tentang pitutur luhur
Kamu juga disebut Ksatria
Harus tenang dalam budi
lurus dan memahami
semua tindak-tanduk)

Apa saja tugas dari Ksatria? Hal itu dilanjutkan pada bait ke-2.

2. Dipun nedya prawira ing batin
nanging aja katon
sasona yen durung masane
kekendelan aja wani manikis
wiweka ing batin
den samar ing semu

(Carilah Keperwiraan dalam batin
Tapi jangan sampai kelihatan
Kalaupun jika belum masanya
Diamlah jangan berani berucap
Simpanlah dalam batin
jangan salah dalam semu)

Dilanjutkan dengan nerimo terhadap pemberian dari GUSTI ALLAH lewat bait ke 3.

3. Lan dimantep mring panggawe becik
lawan wekas ingong
aja kurang iya panrimane
yen wis tinitah marang Hyang Widhi
ing badan punika
wus pepancenipun

(Mantaplah dalam berbuat kebaikan
dan juga pesan dari leluhur
janganlah kurang dalam menerima
kalau sudah digariskan oleh Hyang Widhi
dalam tubuh ini
itu sudah kenyataannya)

Orang berlaku nerimo itu digolongkan dalam 2 kategori. Apa saja itu? Bisa kita simak dari Bait ke 4.

4. Ana wong narima ya titahing mapan dadi awon
lan ana wong narima titahe wekasane iku dadi becik
kawruhana ugi aja seling surup.

(Ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya menjadi buruk
dan ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya jadi baik
ketahuilah itu juga, jangan sampai salah)

Bagaimana kriteria dua kategori nerimo itu? Kita lanjutkan dengan jawabannya pada bait ke-5, 6 dan 7.

5. Yen wong bodho datan nedya ugi
atakon tetiron
anarima titah ing bodhone
iku wong narima nora becik
dene ingkang becik
wong narima iku

(Kalau orang bodoh tidak mencari dan juga
tidak bertanya
nerimo titah kebodohannya
itu berarti orang yang nerimo tidak baik
sedangkan yang baik
orang nerimo itu

6. Kaya upamane wong angabdi
marang sing Sang Katong
lawas-lawas ketekan sedyane
dadi mantri utawa bupati
miwah saliyaneng
ing tyas kang panuju

(Seperti misalnya orang yang mengabdi
terhadap yang Sang Katong (GUSTI ALLAH)
lama sekali permintaannya terwujud
jadi mantri atau bupati
terhadap yang selain
keinginan yang dituju

7. Nuli narima tyasing batin
tan mengeng ing Katong
rumasa ing kani matane
sihing gusti tumeking nak rabi
wong narima becik kang mangkono iku

(Lalu nerimo keinginan bathin
dan tidak mencaci terhadap Katong (GUSTI ALLAH)
merasakan kenikmatannya
kasih Gusti terhadap anak dan istri
itulah orang yang nerimo baik

Itulah kriteria dari 2 kategori nerimo buruk dan baik. Tetapi serat tersebut juga mengingatkan di bait ke-8,9 dan 10.

8. Nanging arang iya wong saiki
kang kaya mangkono
Kang wus kaprah iyo salawase
yen wis ana lungguhe sathithik
apan nuli lali
ing wiwitanipun

(Tetapi jarang orang sekarang
yang seperti itu
yang sudah salah kaprah itu selamanya
yang sudah ada pengetahuan sedikit
lalu kemudian lupa
terhadap awalnya)

9. Pangrasane duweke pribadi
sabarang kang kanggo
datan eling ing mula mulane
witing sugih sangkane amukti
panrimaning ati
kaya anggone nemu

(Dalam rasa yang ada hanya miliknya pribadi
semua yang dipakai
tidak diingat darimana awalnya
kalau kaya disangkanya kejayaaan
dari nerimo ati
sepeti menemukan sesuatu)

10. Tan ngrasa kamurahaning Widdhi
jalaran Sang Katong
jaman mengko ya iku mulane
arane turun wong tuwa tekweng
kardi tyase Sariah
kasusu ing angkuh

(Tidak merasa kemurahan Widdhi
karena Sang Katong (GUSTI ALLAH)
Jaman mendatang ya itu mulanya
disebut sudah turun menjadi orang tua
tetapi masih syariat
terburu-buru dalam keangkuhannya).

Begitulah dari 10 bait yang ada di Wulangreh pupuh Mijil itu. Jadi, bisa disimpulkan kalau kita berbicara nerimo ing pandum (menerima yang telah diberikan) GUSTI ALLAH, kita masuk dalam kategori yang baik atau yang buruk? Hanya kita pribadi yang bisa mengetahuinya.

Belajar Mencintai dari Serat Nitisruti Pupuh Pucung

1.
Kang sinebut ing gesang ambeg linuhung,
kang wus tanpa sama,
iya iku wong kang bangkit,
amenaki manahe sasama-sama.

(Yang disebut memiliki sifat luhur dalam hidup
yang tidak ada tandingannya,
yaitu orang yang bisa membangkitkan,
menyenangkan hati sesama manusia)

2.
Saminipun kawuleng Hyang kang tumuwuh,
kabeh ywa binada,
anancepna welas asih,
mring wong tuwa kang ajompo tanpa daya.

(Sesama makhluk Gusti yang Hidup,
semua jangan dibeda-bedakan,
tanamkan rasa welas asih,
terhadap orangtua yang jompo tanpa daya)

3.
Malihipun rare lola kawlas ayun,
myang pekir kasiyan,
para papa anak yatim,
openana pancinen sakwasanira.

(Disamping itu anak terlantar juga dikasihi,
juga terhadap kaum miskin,
anak yatim yang papa,
peliharalah se-kuasamu)

4.
Mring wong luput den agung apuranipun,
manungsa sapraja,
peten tyase supadya sih,
pan mangkana wosing tapa kang sanyata.

(Terhadap orang yang salah berilah ampunan yang besar,
manusia satu negara,
ambillah hatinya supaya muncul asih tresno,
Hal seperti itu adalah inti bertapa yang senyatanya)


5.
Yen amuwus ywa umres rame kemruwuk,
brabah kabrabeyan,
lir menco ngoceg ngecuwis,
menek lali kalimput kehing wicara,

(Kalau ngomong jangan terlalu banyak bicara,
karena banyak yang terganggu,
seperti burung menco yang ngecuwis,
lupa diri karena banyak bicara)

6.
Nora weruh wosing rasa kang winuwus,
tyase katambetan,
tan uninga ulat liring,
lena weya pamawasing ciptamaya.

(Tidak mengerti apa yang diomongkan,
karena hatinya tertutup,
tidak memahami pasemon,
tidak hati-hati terhadap pola pikirnya)


7.
Dene lamun tan miraos yen amuwus,
luwung umendela,
anging ingkang semu wingit,
myang den dumeh ing pasmon semu dyatmika.

(Kalau tidak bisa merasakan,
lebih baik diam,
terhadap perkara yang tidak diketahui,
dan milikilah perilaku yang tenang)

8.
Yen nengipun alegog-legog lir tugu,
basengut kang ulat,
pasmon semu nginggit-inggit,
yen winulat nyenyengit tan mulat driya.

(Ketika diammu membisu seperti tugu,
dan roman muka mbesengut,
penampilan semu nginggit-inggit,
jika dilihat akan menyakitkan dan tidak bisa menyenangkan hati)


9.
Kang kadyeku saenggon-enggon kadulu,
ngregedi paningal,
nora ngresepake ati,
nora patut winor aneng pasamuwan.

(Yang seperti itu ketika dilihat,
tidak enak untuk dipandang,
tidak meresap dalam hati,
tidak patut untuk berkumpul dalam sebuah pertemuan)

10.
Wong amuwus aneng pasamuwan agung,
yeka den sembada,
sakedale den patitis,
mengetanawarahe Panitisastra.

(orang yang datang pada pertemuan agung,
harus sembodo,
setiap yang diucapkan harus patitis,
ingatlah petunjuk panitisastra)


11.
Kang kalebu musthikaning rat puniku,
sujanma kang bisa,
ngarah-arah wahyaning ngling,
yektinira aneng ngulat kawistara.

(Yang termasuk manusia unggul itu,
adalah manusia yang bisa,
menempatkan diri saat waktunya berbicara,
sejatinya tampak dalam roman mukanya)


12.
Ulat iku nampani rasaning kalbu,
wahyaning wacana,
pareng lan netya kaeksi,
kang waspada wruh pamoring pasang cipta.

(Roman muka itu menunjukkan rasa hati,
waktunya bersamaan dengan sorot mata,
Yang waspada tentu tahu terhadap pamor pasang cipta)

13.
Milanipun sang Widhayaka ing dangu,
kalangkung waskitha,
uninga salwiring wadi,
saking sampun putus ing cipta sasmita.

(Makanya dahulu sang widhayaka,
lebih waskita,
tahu semua rahasia,
karena sudah putus dengan cipta sasmita)


14.
Wit wosipun ngagesang raosing kalbu,
kumedah sinihan,
ing sasamaning dumadi,
nging purwanya sinihan samaning janma.

(Karena hidup itu adalah rasanya hati,
harus mencintai terhadap sesama makhluk hidup,
itu merupakan awal dicintai oleh sesama manusia)


15.
Iku kudu sira asiha rumuhun,
kang mangka lantaran,
kudu bangkit miraketi,
mring sabarang kang kapyarsa katingalan.

(Untuk itu Anda harus tresno asih lebih dulu,
yang menjadi awal,
harus membangkitkan rasa mempererat,
terhadap semua hal yang terdengar dan terlihat)


16.
Iya iku kang mangka pangilonipun,
bangkita ambirat,
ingkang kawuryan ing dhiri,
anirnakna panacad maring sasama.

(Iya itu yang menjadi kaca benggala,
bisa menghilangkan,
yang tampak pada diri,
menghilangkan kecurigaan pada sesama)


17.
Kabeh mau tepakna ing sariramu,
paran bedanira,
kalamun sira mangeksi,
solah bawa kang ngewani lawan sira.

(Semua itu tempatkan pada dirimu,
bagaimana bedanya antara kamu,
dengan solah bawa yang menjengkelkan hatimu)


18.
Nadyan ratu ya tan ana paenipun,
nanging sri narendra,
iku pangiloning bumi,
enggonira ngimpuni sihing manungsa.

(Meskipun ratu juga tidak ada bedanya,
tetapi ratu adalah untuk kaca benggala dunia
sebagai kumpulan cinta terhadap sesama)


19.
Mapan sampun panjenengan sang aprabu,
sinebut narendra,
ratuning kang tata krami,
awit denya amenaki tyasing janma.

(Karena sudah diangkat jadi ratu,
juga disebut pemimpin,
ratunya tata krama,
karena perbuatannya menyenangkan hati manusia lainnya)


20.
Kang kawengku sajagad sru kapiluyu,
kelu angawula,
labet piniluta ing sih,
ing wusana penuh aneng pasewakan.

(Rakyat yang dipikul menjadi senang,
akhirnya senang menjalankan perintah,
karena dari rasa cinta,
sehingga pertemuan di kraton menjadi penuh)

Ngelmu Ajaran RMP Sosrokartono

Dia adalah sosok yang mendapat julukan 'Pangeran Jawa'. Tidak banyak orang yang memahami kiprahnya. Orang lebih banyak mengetahui sosoknya sebagai kakak dari RA. Kartini. Dia bernama RMP Sosrokartono.

Dia juga dikenal sebagai sosok pejuang bagi bangsa Indonesia. Ia fasih dalam beberapa bahasa. Tercatat sebanyak 9 bahasa Timur dan 17 bahasa Barat dikuasainya. Ia disebut sebagai 'Pangeran Jawa' karena sosok intelektual-priyayi dari Hindia Belanda.

Sosrokartono mendapatkan gelar Doctorandus in de Oostersche Talen dalam bidang bahasa dan sastra pada tahun 1908. Hal itu merupakan ancaman bagi pemerintahan kolonial Belanda. Bahkan Mohammad Hatta pun pernah menjuluki Sosrokartono sebagai manusia jenius.

Bahkan Sosrokartono juga pernah menjadi wartawan The New York Herald Tribune. Upayanya untuk mencapai gelar banyak menemukan batu sandungan. Tetapi hal itu tidak mematikan semangatnya untuk terus berjuang demi negara dan bangsanya.

Sosrokartono pun pulang dan mengabdi pada negeri dengan menjadi pemimpin Nationale Middlebare School di Bandung. Akan tetapi, pemerintah kolonial curiga dengan ulahnya itu. Mereka melakukan represi politik terhadapnya. Hal yang membuat genius kita ini mencari jalan ekspresi lain untuk mengabdi dan tetap menjadi manusia bebas.

Sosrokartono memutuskan membuka praktik pengobatan tradisional dan menempuh laku spiritual khas Jawa. Sebuah pilihan yang ganjil, memang. Namun, seganjil apa pun, pilihan itu tak menutupi kontribusi Sosrokartono dalam usaha pembentukan negara Indonesia.

Cukup banyak tokoh kunci dalam pergerakan politik nasionalis saat itu yang berinteraksi dengan Sosrokartono. Soekarno dan Ki Hajar Dewantoro, antara lain, memberi penghormatan besar kepadanya, termasuk pada laku spiritual dalam menopang lakon politik mereka.

Laku spiritual dari Sosrokartono antara lain adalah
1. Ilmu kantong bolong
2. Ilmu Sunyi

Ilmu Kantong Bolong

Apa sih ilmu kantong bolong itu? Ilmu kantong bolong itu adalah memiliki filosofi "Nulung pepadane, ora nganggo mikir wayah, waduk, kantong. Yen ono isi lumuntur marang sesami (menolong sesama tak peduli waktu, perut, dan kantong. Bila ada isinya diperuntukkan bagi sesama manusia).

Ilmu kantong bolong merupakan laku cinta-kasih pada manusia dan Tuhan. Cinta kasih sempurna untuk menolong sesama manusia dalam mengatasi derita, rasa sakit, dan duka. Cinta-kasih adalah ekspresi pengabdian pada Tuhan.

Kalaupun kita tidak memiliki apa-apa, dan hanya punya cinta, maka cinta kasih itupun yang kita berikan pada sesama.

Ilmu Sunyi

Ilmu sunyi adalah puncak laku spiritual dengan mengosongkan diri
(pribadi) dari sifat pemujaan diri dengan mempertaruhkan diri secara lahir-batin untuk menolong sesama manusia. Sosrokartono mengungkapkan, "Saya adalah manusia. Oleh sebab itu, kemanusiaan tidaklah asing bagi saya."

Wejangan Sosrokartono

Ada beberapa wejangan penting dari Sosrokartono antara lain, 'sugih tanpa banda, digdaya tanpa aji, ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake (kata tanpa harta, sakti tanpa jimat, menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan).

Ada baiknya jika kita menambah referensi dengan belajar (ngelmu) pada ajaran RMP Sosrokartono sehingga kita bisa lebih dekat dengan GUSTI ALLAH.

Belajar dari Wirid Wirayat Jati Ronggowarsito

Banyak orang yang tidak tahu apa sih ilmu sejati itu? Banyak para salik yang mencari suluk untuk mendapatkan ilmu sejati yakni ilmu kasampurnan (kesempurnaan) hidup. Tidak ada salahnya jika kita belajar ilmu kasampurnaan hidup itu dari Raden Ngabehi Ronggowarsito dari Serat Wirid Wirayat Jati yang ditulisnya. Bagaimana ilmu kasampurnan itu?

Anênggih punika pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji.

(Inilah sebuah petunjuk benar yang menjelaskan ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari ajaran para ahli hikmah di tanah Jawa, yang hendak membuka hakikat kesempurnaan sejati, sebuah pelajaran kitab Tasawuf, ajaran ini terpancar dari kebersihan jiwa heningnya alam pikiran, yaitu tanggapnya rasa atas cipta Tuhan, dengan ikhlas mengawali pelajaran ini yakni dengan menukil Firman Allah pada Nabi Musa AS yang bermakna : Yang sebenar- benar manusia itu adalah kenyataan (adanya) Tuhan, dan Tuhan itu Maha Esa.)

Pangandikaning Pangeran ingkang makatên wau, inggih punika ingkang kawêdharakên dening para gurunadi dhatêng para ingkang sami katarimah puruitanipun. Dene wontên kawruh wau, lajêng kadhapuk 8 papangkatan, sarta pamêjanganipun sarana kawisikakên ing talingan kiwa. Mangêrtosipun asung pêpengêt bilih wêdharing kawruh kasampurnan, punika botên kenging kawêjangakên dhatêng sok tiyanga, dene kengingipun kawêjangakên, namung dhatêng tiyang ingkang sampun pinaringan ilhaming Pangeran, têgêsipun tiyang ingkang sampun tinarbuka papadhanging budi pangangên-angênipun (ciptanipun).

(Firman Allah yang demikian ini diajarkan para ahli (mursyid) kepada siapa yang diterima penghambaannya(salik). Dimana ajaran itu, kemudian teringkas menjadi 8 hal, penyampaiannya dengan cara membisikkan ke telinga murid sebelah kiri. Pemahaman semacam ini memberikan pengertian bahwa ilmu 'kasampurnan' ini tidak seyogyanya diajarkan kepada sembarang orang, kecuali kepada orang-orang yang telah mendapat hidayah dari Allah SWT, artinya orang yang telah tercerahkan dirinya (ciptanya).)

Awit saking punika, pramila ingkang sami kasdu maos sêrat punika sayuginipun sinêmbuha nunuwun ing Pangeran, murih tinarbuka ciptaning sagêd anampeni saha angêcupi suraosing wejangan punika, awit suraosipun pancen kapara nyata yen saklangkung gawat. Mila kasêmbadanipun sagêd angêcupi punapa suraosing wêjangan punika, inggih muhung dumunung ing ndalêm raosing cipta kemawon.

(Barang siapa membaca tulisan ini seyogyanya berlandaskan permohonan kepada Allah, agar kiranya dapat terbuka ciptanya hingga mampu menerima dan memahami maknanya, karena makna dari ajaran ini ternyata sangat rumit/berbahaya. Maka bisanya memahami ajaran ini tidak lain hanya berada di dalam cipta - rasa pribadi.)

Mila inggih botên kenging kangge wiraosan kaliyan tiyang ingkang dereng nunggil raos, inggih ingkang dereng kêparêng angsal ilhaming Pangeran. Hewa dene sanadyana kangge wiraosing kaliyan tiyang ingkang dereng nunggil raos, wêdaling pangandika ugi mawia dudugi lan pramayogi, mangêrtosipun kêdah angen mangsa lan êmpan papan saha sinamun ing lulungidaning basa.

(Maka tidak boleh kiranya untuk didiskusikan dengan orang yang belum sampai atau belum mengunggal rasanya dengan kita, yaitu orang yang belum menerima hidayah dari Allah SWT. Walau demikian seandainya harus disampaikan kepada orang yang belum sampai, hendaknya disampaikan dengan sangat hati-hati, melihat situasi- kondisi, waktu dan tempat yang tepat serta disampaikan dengan kiasan bahasa yang indah.)

Mênggah wontêning wêwêjangan 8 pangkat wau, kados ing ngandhap punika:

(Delapan wejangan tersebut di atas, sebagaimana di bawah ini:)

I.1. Wêwêjangan ingkang rumiyin, dipun wastani: pitêdahan wahananing Pangeran, sasadan pangandikanipun Pangeran dhatêng Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun: Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun sajatine kang urip luwih suci, anartani warna aran lan pakartiningsun (dat, sipat, asma, afngal).

(I.1 Wejangan yang pertama, disebut pelajaran akan sifat-sifat Allah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang bermakna kurang lebih begini: Sesungguhnya tidak ada apa-apa tatkala sebelum masa penciptaan, yang ada (paling awal) itu hanya Aku, tidak ada Tuhan kecuali Aku yang Hidup dan Maha Suci baik asma maupun sifatKu (dzat, sifat, asma, af'al).)

I.2. Mênggah dunungipun makatên: kang binasakake angandika ora ana Pangeran anging ingsun, sajatine urip kang luwih suci, sajatosipun inggih gêsang kita punika rinasuk dening Pangeran kita, mênggahing warna nama lan pakarti kita, punika sadaya saking purbawisesaning Pangeran kita, inggih kang sinuksma, têtêp tintêtêpan, inggih kang misesa, inggih kang manuksma, umpami surya lan sunaripun, mabên lan manisipun, sayêkti botên sagêd den pisaha.

(I.2. Yang dimaksud begini: Yang digambarkan tiada tuhan kecuali aku, hakekat hidup yang suci, sesungguhnya hidup kita ini adalah melambangkan citra Allah, sedang nama dan perbuatan kita itu semua berasal dari Kemahakuasaaan Allah, yang 'menyatu' ibarat matahari dan sinarnya, madu dengan manisnya, sungguh tiada terpisahkan.)

II.1. Wêwêjangan ingkang kaping kalih, dipun wastani: Pambuka kahananing Pangeran, pamêjangipun amarahakên papangkatan adêging gêsang kita dumunung ing dalêm 7 kahanan, sasadan pangandikanipun Pangeran dhatêng Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun: Satuhune ingsun Pangeran sajati, lan kawasan anitahakên sawiji-wiji, dadi padha sanalika saka karsa lan pêpêsteningsun, ing kono kanyatahane gumêlaring karsa lan pakartiningsun, kang dadi pratandha.

(II.1 Wejangan yang kedua adalah : Pengertian adanya Allah., Wejangan ini mengajarkan bahwa elemen hidup kita ini berada pada 7 keadaan, sebagaimana firman Allah kepada Muhammad SAW yang maknanya begini: Sesungguhnya Aku adalah Allah, yang berkuasa menciptakan segala sesuatu dengan kun fa yakun dari qodrat dan iradatKu, yang demikian ini menjadi pertanda bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.)

II, 2. Kang dhihin, ingsun gumana ing dalêm awang-uwung kang tanpa wiwitan tanpa wêkasan, iya iku alam ingsun kang maksih piningit.

(II.2. Yang pertama, Aku ada dalam ketiadaan yang tanpa awal serta tanpa akhir, itulah alamKu yang Maha Gaib.)

II, 3. Kapindho, ingsun anganakake cahya minangka panuksmaningsun dumunung ana ing alam pasênêdaningsun.

(II, 3. Kedua, Aku mengadakan cahaya sebagai manifestasiKu, berada dalam kehendakKu.)

II, 4. Kaping têlu, ingsun anganakake wawayangan minangka panuksma lan dadi rahsaningsun, dumunung ana ing alam pambabaraning wiji.

(II, 4. Ketiga, Aku menciptakan bayang-bayang sebagai pertanda citraKu, yang berada pada alam kejadian/penciptaan (mula-jadi).)

II, 5. Kaping pat, ingsun anganakake suksma minangka dadi pratandha kauripaningsun, dumunung ana ing alaming gêtih.

(II. 5. Keempat, Aku mengadakan ruh sebagai pertanda hidupku, yang berada pada darah.)

II, 6. Kaping lima, ingsun anganakake angên-angên kang uga dadi warnaningsun, ana ing dalêm alam kang lagi kêna kaumpamaake bae.

(II, 6. Kelima, Aku mengadakan angan-angan yang juga menjadi sifatku, yang berada pada alam yang baru boleh diumpamakan saja.)

II, 7. Kaping ênêm, ingsun anganakake budi, kang minangka kanyatahan pêncaring angên-angên kang dumunung ana ing dalêm alaming badan alus.

(II, 7. Keenam, Aku mengadakan budi, yang merupakan kenyataan penjabaran angan- angan yang berada pada alam ruhani.)

II, 8. Kaping pitu, ingsun anggêlar warana kang minangka kakandhangan sakabehing paserenaningsun. Kasêbut nêm prakara ing dhuwur mau tumitah ana ing donya iya iku sajatining manungsa.

(II, 8. Ketujuh, aku menggelar akal sebagai sentral/wadah atas semua ciptaanku. Enam perkara tersebut di atas tercipta di dunia yang merupakan hakikat manusia.)

Belajar Pada GURU SEJATI

Mau tidak mau, makhluk hidup harus mempercayai pada sesuatu yang ghaib. Apabila tidak mempercayai hal yang ghaib, berarti kita sudah tidak percaya pada GUSTI ALLAH. Lho kok bisa? Jelas bisa. Alasannya, bukankah GUSTI ALLAH itu ghaib? Antara manusia dan GUSTI ALLAH terdapat ribuan hijab yang menutupi sehingga kita tidak bisa melihatNYA secara langsung.

Bahkan kita tidak bisa merabaNYA karena GUSTI ALLAH itu sifatnya tidak wujud.Kalau wujud, berarti bukanlah GUSTI ALLAH.

Itulah yang harus kita jadikan sebagai pegangan agar kita tidak terperdaya dalam memahami dan menyembah pada yang bukan GUSTI ALLAH.

Nah, seperti dijelaskan GUSTI ALLAH lewat Al'Quran, ALLAH sendiri sangat dekat. GUSTI ALLAH dalam Al'Quran menjelaskan yang kurang lebih artinya, "Kalau engkau bertanya tentang AKU, AKU ini sangat dekat. Bahkan lebih dekat dari urat lehermu sendiri." Dari situlah kita bisa melihat bahwa GUSTI ALLAH itu dekat.

Pada tubuh seluruh manusia terdapat GUSTI ALLAH. Dimanakah posisiNYA? GUSTI ALLAH itu berada pada hati nurani yang paling dalam. Hati manusia dibagi menjadi 2 bagian yakni hati besar dan hati kecil. Perlu diketahui bahwa hati besar selalu berkata bohong, menghasut, iri, dengki dan lainnya. Sedangkan hati kecil selalu mengatakan hal-hal yang bersifat kebaikan, sabar, lembut dll.

Pada hati kecil itulah GUSTI ALLAH bersemayam. Namun kita tidak bisa memburu keberadaan GUSTI ALLAH dikarenakan adanya ribuan hijab yang menghalangi itu sendiri. GUSTI ALLAH akan menyatu dan menguasai tubuh kita, jika GUSTI ALLAH sendiri yang berkehendak.

Dalam pikiran manusia juga dibagi menjadi 2 yaitu pikiran materiil dan spirituil. Kalau pikiran materiil yang lebih menonjol, tentu manusia itu akan memburu hal-hal yang bersifat materiil seperti kekayaan, kemakmuran, pangkat, jabatan, lawan jenis dan lainnya. Namun kalau pikiran spirituil yang menonjol, maka seorang manusia boleh dikatakan hampir mirip dengan malaikat. Oleh karena itu, antara sisi materiil dan spirituil haruslah seimbang. Di satu sisi kita wajib bekerja untuk mencari materi, di sisi lain kita juga wajib untuk manembah dan memuji kebesaran GUSTI.

Untuk mendalami sisi spirituil, GUSTI ALLAH menciptakan piranti yang disebut dengan GURU SEJATI. Sebetulnya antara GUSTI ALLAH dan GURU SEJATI itu pada prinsipnya sama. Jika seseorang mulai memiliki keinginan dan kerinduan terhadap TUHAN, maka GURU SEJATI itulah yang akan memandu untuk lebih bisa mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.

Bahkan banyak orang yang berpendapat bahwa GURU SEJATI yang ada pada manusia itu adalah NUR MUHAMMAD. Pendapat itupun ada benarnya. Pasalnya, manusia yang hidup di dunia ini selalu memiliki NUR MUHAMMAD. NUR MUHAMMAD itulah yang menjadi penghubung antara seorang manusia dengan GUSTI ALLAH.

Nah, biasanya GURU SEJATI itu senantiasa mengajarkan lewat kata hati kita. Ia senantiasa menggerakkan rasa dan hati kita untuk selalu mendekat kepada GUSTI. Bahkan tidak jarang GURU SEJATI juga mengajarkan apa yang harus dilakukan dalam sebuah ritual. GURU SEJATI bersemayam dalam rasa.

Contohnya, pernahkah Anda merasa kesepian walaupun berada di tengah keramaian? Nah, kalau Anda sedang dalam posisi seperti itu, cobalah untuk mendengarkan hati kecil Anda dan mengikuti rasa yang muncul. Sebab kata hati kecil dan rasa itu adalah GURU SEJATI Anda sendiri. Setiap manusia memiliki GURU SEJATI. Tergantung manusia itu sendiri apakah GURU SEJATI tersebut lebih banyak didengarkan ataupun lebih memilih untuk mendengarkan hati besar yang dipenuhi oleh setan.

Untuk itu, kenalilah GURU SEJATI Anda. Dengan mengenali GURU SEJATI Anda, maka Anda akan bisa selalu 'bermesraan' dengan GUSTI ALLAH. Paling tidak, rasa yang akan muncul adalah kedamaian dan ketentraman yang ada dalam diri Anda, meskipun Anda tidak memiliki uang. Penasaran? Coba Anda praktekkan sendiri.

Kasampurnan Ala Serat Pangracutan


Serat Kekiyasanning Pangracutan adalah salah satu buah karya sastra Sultan Agung Raja Mataram antara (1613-1645). Serat Kekiyasaning Pangracutan ini juga menjadi sumber penulisan Serat Wirid Hidayat Jati yang dikarang oleh R.Ng Ronggowarsito karena ada beberapa bab yang terdapat pada Serat kekiyasanning Pangrautan terdapat pula pada Serat Wirid Hidayat Jati. Pada manuskrip huruf Jawa Serat kekiyasanning Pangracutan tersebut telah ditulis kembali pada tahun shaka 1857 / 1935 masehi.



ILMU KESAMPURNAAN

Ini adalah keterangan Serat tentang Pangracutan yang telah disusun Baginda Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma Panatagama di Mataram atas perkenan beliau membicarakan dan temu nalar dalam hal ilmu yang sangat rahasia, untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan dengan harapan dengan para ahli ilmu kasampurnaan.


Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar itu oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma Panatagama adalah:
1. Panembahan Purbaya
2. Panembahan Juminah
3. Panembahan Ratu Pekik di Surabaya
4. Panembahan Juru Kithing
5. Pangeran Kadilangu
6. Pangeran Kudus
7. Pangeran Tembayat
8. Pangeran Kajuran
9. Pangeran Wangga
10. Kyai Pengulu Ahmad Kategan

1. Berbagai Kejadian Pada Jenazah
Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau menanyakan apa yang telah terjadi setelah manusia itu meninggal dunia, ternyata mengalami bermacam-macam kejadian pada jenazahnya.

1) Ada yang langsung membusuk
2) Ada pula yang jenazahnya utuh
3) Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah
4) Ada pula yang meleleh menjadi cair
5) Ada yang menjadi mustika (permata)
6) Istimewanya ada yang menjadi hantu
7) Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan

Masih banyak pula kejadiannya. Lalu bagaimana hal itu dapat terjadi dan apa yang menjadi penyebabnya? Adapun menurut para pakar setelah mereka bersepakat disimpulkan suatu pendapat sebagai berikut : Sepakat dengan pendapat Sultan Agung bahwa manusia itu setelah meninggal keadaan jenazahnya berbeda-beda itu adalah merupakan suatu tanda karena ada kelainan atau salah kejadian (ketidak-wajaran). Pada waktu masih hidup berbuat dosa, setelah menjadi mayat pun akan mengalami sesuatu masuk ke dalam alam penasaran. Karena pada waktu pada saat memasuki proses sakaratul maut, hatinya menjadi ragu, takut, kurang kuat tekadnya, tidak dapat memusatkan pikiran untuk menghadapi maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu ma’rifat, seperti berikut ini:

1. Pada waktu masih hidupnya, siapapun yang senang tenggelam dalam hal kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal tapa brata, setelah mencapai akhir hayatnya jenazahnya akan menjadi busuk dan kemudian menjadi tanah liat. Sukmanya melayang gentayangan dan dapat diumpamakan bagaikan rama-rama tanpa mata sebaliknya. Namun bila pada saat hidupnya gemar mensucikan diri lahir maupun batin, hal tersebut tidak akan terjadi.

2. Pada waktu masih hidup bagi mereka yang kuat pusaka (gemar mengkoleksi pusaka) tanpa mengenal batas waktunya, bila tiba saat kematiannya maka mayatnya akan teronggok menjadi batu dan membuat tanah perkuburannya itu menjadi sanggar. Adapun rohnya akan menjadi danyang semoro bumi. Walaupun begitu, bila semasa hidupnya mempunyai sifat nrima atau sabar artinya makan tidur tidak bermewah-mewah cukup seadanya dengan perasaan tulus lahir batin kemungkinan tidaklah mengalami kejadian seperti di atas.

3. Pada masa hidupnya seseorang yang menjalani lampah (lelaku) tidak tidur tanpa ada batas waktu tertentu (begadang), pada umumnya disaat kematiannya kelak maka jenazahnya akan keluar dari liang lahatnya karena terkena pengaruh dari berbagai hantu yang menakutkan. Adapun sukmanya menitis pada hewan. Namun bila pada masa hidupnya disertai sifat rela, bila meninggal tidak akan keliru jalannya.

4. Siapapun yang tidak bisa mencegah nafsu syahwat atau hubungan seks tanpa mengenal waktu, pada saat kematiannya kelak jenazahnya akan lenyap melayang masuk ke dalam alamnya jin, setan, dan roh halus lainnya. Sukmanya sering menjelma menjadi semacam benalu atau menempel pada orang seperti menjadi gondoruwo dan sebagainya yang masih senang mengganggu wanita. walaupun begitu bila mada masa hidupnya disertakan sifat jujur tidak berbuat mesum, tidak berzinah, bermain seks dengan wanita yang bukan haknya, semuanya itu tidak akan terjadi.

5. Pada waktu masih hidup selalu sabar dan tawakal dapat menahan hawa nafsu berani dalam lampah (lelaku) dan menjalani mati dalamnya hidup (sering bertafakur/semedi), misalnya mengharapkan janganlah sampai berbudi rendah, dengan tutur kata sopan, sabar dan sederhana, semuanya tidak belebihan dan haruslah tahu tempat situasi dan kondisinya, yang demikian itu pada umumnya bila tiba akhir hayatnya maka keadaan jenazahnya akan mendapatkan kemuliaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki. Kembali menyatu dengan zat yang Maha Agung, yang dapat menghukum dapat menciptakan apa saja ada bila menghendaki datang menurut kemauannya. Apalagi bila disertakan sifat welas asih, akan abadilah menyatunya Kawulo Gusti. Oleh karenanya bagi orang yang ingin mempelajari ilmu ma’arifat haruslah dapat menjalani: Iman, Tauhid dan Ma’rifat.

2. Berbagai Jenis Kematian

Ketika itu Baginda Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma merasa senang atas segala pembicaraan dan pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian beliau melanjutkan pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian yakni

- Mati Kisas
- Mati kias
- Mati sahid
- Mati salih
- Mati tewas
- Mati apes

- Mati Kisas, adalah jenis kematian karena hukuman mati. Akibat dari perbuatan
orang itu karena membunuh, kemudian dijatuhi hukuman karena keputusan
pengadilan atas wewenang raja atau pemerintah.
- Mati Kias, adalah jenis kematian yang diakibatkan suatu perbuatan misalnya:
nafas atau mati melahirkan.
- Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang, dibajak,
dirampok, disamun.
- Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri karena
mendapat aib atau sangat bersedih.
- Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena tenggelam, disambar petir, tertimpa
pohon, jatuh memanjat pohon, dan sebagainya.
- Mati Apes, adalah suatu kematian karena ambah-ambahan, epidemi karena santet atau
tenung dari orang lain. Yang demikian itu benar-benar tidak dapat sampai pada
kematian yang sempurna atau kesedan jati bahkan dekat sekali pada
alam penasaran.

Bertanya Sultan Agung: “Sebab-sebab kematian yang mengakibatkan kejadiannya itu apakah tidak ada perbedaannya antara yang berilmu dengan yang bodoh? Andaikan yang menerima akibat dari kematian seorang pakar ilmu mistik, mengapa tidak dapat mencabut seketika itu juga?”

Dijawab oleh yang menghadap : “Yang begitu itu mungkin disebabkan karena terkejut menghadapi hal-hal yang tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan ilmu yang diyakininya dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa sakit saja. Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya, mungkin akan kacau dalam melaksanakannya tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari gurunya maka kemungkinan besar dapat mencabut seketika itu juga.

Setelah mendengar jawaban itu Sultan Agung merasa masih kurang puas dan bertanya, sebelum seseorang terkena bencana apakah tidak ada suatu firasat dalam batin dan pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja beliau kurang sependapat oleh karenanya beliau mengharapkan untuk dimusyawarahkan sampai tuntas dan mendapatkan suatu pendapat yang lebih masuk akal.

Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah: “Sabda paduka adalah benar, karena sebenarnya semua itu masih belum tentu, hanyalah Kangjeng Susuhunan Kalijogo sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika, tidak ada yang dapat menyamainya."

3. Wedaran Angracut Jasad

Adapun Pangracutan Jasad yang dipergunakan Kangjeng Susuhunan Kalijogo, penjelasannya telah diwasiatkan pada anak cucu seperti ini caranya:
“Badan jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan kematian, dapat mulai sempurna hidup abadi selamanya, di dunia aku hidup, sampai di alam nyata (akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang kuciptakan, yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki”.

4. Wedaran Menghancurkan Jasad

Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan di Kalijogo sebagai berikut : “Siapapun yang menginginkan dapat menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya mukjizat seperti para Nabi, mendatangkan keramat seperti para Wali, mendatangkan ma’unah seperti para Mukmin Khas, dengan cara menjalani tapa brata seperti pesan dari Kangjeng Susuhunan di Ampel Denta adalah
- Menahan Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.
- Menahan syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam
- Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam
- Puasa padam api (patigeni), tujuh hari tujuh malam
- Jaga, (tidak tidur) lamanya tiga hari tiga malam
- Mati raga, tidak bergerak lamanya sehari semalam.

Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam caranya :

1. Manahan hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan
2. Menahan syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan
3. Membisu tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan
4. Puasa pati selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan
5. Jaga, selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan
6. Pati raga selama sehari semalam.

Adapun caranya Pati Raga tangan bersidakep kaki membujur dan menutup sembilan lobang tubuh (babagan howo songo), tidak bergerak-gerak, menahan tidak berdehem, batuk, tidak meludah, tidak berak, tidak kencing selama sehari semalam tersebut. Yang bergerak tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas, anapas, tanapas, nupus, artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang jangan sampai bersengal-sengal campur baur.

Perlunya Pati Raga

Baginda Sultan Agung bertanya : “Apakah manfaatnya Pati Raga itu ?”
Kyai Penghulu Ahmad Kategan menjawab : “Adapun perlunya pati raga itu, sebagai sarana melatih kenyataan, supaya dapat mengetahui pisah dan kumpulnya Kawula Gusti, bagi para pakar ilmu kebatinan pada jaman kuno dulu dinamakan Meraga Sukma, artinya berbadan sukma, oleh karenanya dapat mendakatkan yang jauh, apa yang dicipta jadi, mengadakan apapun yang dikehendaki, mendatangkan sekehendaknya, semuanya itu dapat dijadikan suatu sarana pada awal akhir. Bila dipergunakan ketika masih hidup di Dunia ada manfaatnya, begitu juga dipergunakan kelak bila telah sampai pada sakaratul maut."

Belajar dari Sastra Jendra Hayuningrat

Bagi orang yang belajar kawruh Kejawen, tentu sudah tidak asing lagi dengan kata-kata Sastra Jendra Hayuningrat. Meskipun banyak yang sudah mendengar kata-kata tersebut, tetapi jarang ada yang mengetahui apa makna sebenarnya. Menurut Ronggo Warsito, sastra jendra hayuningrat adalah jalan atau cara untuk mencapai kesempurnaan hidup. Apabila semua orang di dunia ini melakukannya, maka bumi akan sejahtera.


Nama lain dari sastra jendra hayuningrat adalah sastra cetha yang berarti sastra tanpa papan dan tanpa tulis. Walaupun tanpa papan dan tulis, tetapi maknanya sangat terang dan bisa digunakan sebagai serat paugeraning gesang.


Ada 7 macam tahapan bertapa yang harus dilalui untuk mencapai hal itu.

1. Tapa Jasad: Tapa jasad adalah mengendalikan atau menghentikan gerak tubuh dan gerak fisik. Lakunya tidak dendam dan sakit hati. Semua yang terjadi pada diri kita diterima dengan legowo dan tabah.

2. Tapa Budhi: Tapa Budhi memiliki arti menghilangkan segala perbuatan diri yang hina, seperti halnya tidak jujur kepada orang lain.

3. Tapa Hawa Nafsu: Tapa Hawa Nafsu adalah mengendalikan nafsu atau sifat angkara murka yang muncul dari diri pribadi kita. Lakunya adalah senantiasa sabar dan berusaha mensucikan diri,mudah memberi maaf dan taat pada GUSTI ALLAH kang moho suci.

4. Tapa Cipta: Tapa Cipta berarti Cipta/otak kita diam dan memperhatikan perasaan secara sungguh-sungguh atau dalam bahasa Jawanya ngesti surasaning raos ati. Berusaha untuk menuju heneng-meneng-khusyuk-tumakninah, sehingga tidak mudah diombang-ambingkan siapapun dan selalu heningatau waspada agar senantiasa mampu memusatkan pikiran pada GUSTI ALLAH semata.

5. Tapa Sukma: Dalam tahapan ini kita terfokus pada ketenangan jiwa. Lakunya adalah ikhlas dan memperluas rasa kedermawanan dengan senantiasa eling pada fakir miskin dan memberikan sedekah secara ikhlas tanpa pamrih.

6. Tapa Cahya: Ini merupakan tahapan tapa yang lebih dalam lagi. Prinsipnya tapa pada tataran ini adalah senantiasa eling, awas dan waspada sehingga kita akan menjadi orang yang waskitha (tahu apa yang bakal terjadi).

Tentu saja semua ilmu yang kita dapatkan itu bukan dari diri kita pribadi, melainkan dari GUSTI ALLAH. Semua ilmu tersebut merupakan 'titipan', sama dengan nyawa kita yang sewaktu-waktu bisa diambil GUSTI ALLAH sebagai si EMPUNYA dari segalanya. Jadi tidak seharusnya kita merasa sombong dengan ilmu yang sudah dititipkan GUSTI ALLAH kepada kita.

Alam Suwung dan Rasa Kasmaran

Memasuki alam suwung (kosong) adalah sebuah kenikmatan tersendiri yang akan berlanjut dengan rasa kasmaran untuk pencarian jati diri. Di alam suwung itu tidak ada suara, tidak ada siapa-siapa, tidak ada arah. Yang ada hanyalah keheningan yang mendalam. Boleh dikatakan dari alam suwung itulah kita semua berasal. Dan dari alam suwung itulah, seorang salik memulai sebuah pencarian. Pencarian untuk memahami dirinya sendiri sehingga nantinya akan dapat berjumpa dengan  GUSTI KANG MURBEHING DUMADI.

Untuk bisa memasuki alam suwung tersebut, seorang salik harus mencapai kondisi nol terlebih dulu. Seperti sudah dibahas sebelumnya, kondisi nol merupakan salah satu syarat untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH (baca tulisan Agustus 2010). Mustahil seorang salik bisa mencapai alam suwung tanpa melewati kondisi nol.

Dalam kondisi nol, maka seseorang sudah dalam keadaan konsentrasi penuh. Dari situlah ia berangkat  mendaki untuk mencari siapa sebenarnya jati dirinya. Sebelum memahami jati dirinya, seseorang akan terlebih dulu memasuki sebuah alam yang disebut alam suwung.

Untuk menuju ke kondisi nol dan melanjutkan perjalanan ke alam suwung, banyak sekali godaan yang dihadapi. Godaan tersebut bermacam-macam seperti bau yang tidak tahu dari mana sumbernya, suara yang tidak tahu dari mana asalnya dan siapa yang ngomong. Hal itu sesuai dengan wejangan yang diberikan oleh KGPAA Mangkunegoro IV yang berbunyi:

Rasa nala kang sira sedya,
Semang-semang tan gawa padhang,
Piwulang tama ginulang,
Sinung nupiksi werdi kang nyata,
Tan bakal sisip susup ing surup.

Rupa-rupa rerupan kang kasat nètra,
Ana ganda tan tinanpa ing grana,
Ana swara tan tinampa ing karna,
Kekeranè alam suwung asepi,
Pirang-pirang wadi kang tan kawedènan,
Karana kasengker ing Widhi.

Wikanana kang anyata,
Anulada kang utama,
Makarti tami nugraha katampi,
Piwulang aji tinemu mesthi.


Jika semua godaan itu bisa teratasi, maka seseorang sudah bisa dikatakan dalam kondisi nol. Nah, dalam kondisi nol tersebut seorang salik akan merasakan kenikmatan dan ketentraman tersendiri. Rasa kasmaran akan timbul dalam benaknya dan ia harus mendaki lagi memasuki alam suwung sehingga bisa memahami jati diri dan hanya bisa pasrah serta mengharapkan anugerah dan tuntunan GUSTI ALLAH semata.

Filosofi "Mencari Tapake Kuntul Mabur"

AJARAN Kejawen itu sarat dengan beraneka filosofi (kata-kata kiasan/sanepan). Salah satu kata-kata kiasan yang sering didengar adalah "Golekana tapake kuntul mabur" (carilah telapak kaki bangau yang terbang). Cobalah Anda melihat bangau yang sedang terbang. Apakah Anda bisa melihat telapak kakinya? Meskipun Anda berkeliling kemanapun, tidak akan pernah melihat telapak kaki bangau jika si bangau sedang terbang. Orang Jawa sendiri menyebut kata-kata seperti itu adalah sanepan.

Meski terlihat remeh, namun kata-kata tersebut cenderung memiliki arti yang dalam. Kata-kata sanepan tersebut termasuk ke dalam Ilmu kasampurnan. Untuk mencari makna kata-kata tersebut harus dicari dengan cara tirakat dan lelaku. Agar bisa menggayuh sanepan "Golekana tapake kuntul mabur" tadi, sangatlah perlu mengosongkan keinginan dan pikirannya.

Pelajaran yang dapat diambil dari filosofi bangau yaitu, bangau adalah jenis burung yang kemampuannya hanya bisa terbang. Kalau kita lihat bangau itu bisa terbang tanpa ada yang menyangganya. Lalu siapa yang menyangganya?

Kalau manusia bisa mengosongkan diri dari semua yang berkaitan dengan kehidupan, jangankan harta, derajat dan pangkat, bahkan pegangan kehidupun pun harus dilepaskan jika manusia itu ingin mengetahui diri pribadi dengan sendirinya, meskipun tidak ada yang memberi petunjuk. Hal itu ibarat burung bangau yang bisa terbang tanpa ada yang menyangga.

Jika manusia mencarinya, maka manusia tadi bisa berkata,"aku bisa merasakan ada yang memberitahu diriku meskipun tidak ada yang memberitahu karena aku sudah mengosongkan diri dari semua keinginanku, aku juga bisa merasakan bahwa aku ini tidak mempunyai apa-apa. Dan aku tidak mengetahui apa-apa. Aku ini bukanlah apa-apa, tetapi aku ini ada".

Telapak kaki burung bangau itu sebenarnya ada kalau ia mendarat. Tetapi kalau sedang terbang, pasti kita setengah mati untuk mencarinya. Itu merupakan sebuah simbol bahwa GUSTI ALLAH itu ada, tetapi kita tidak bisa melihatnya.

Oleh karena itu, kalau kita sudah sampai pada rasa seperti itu, maka kita sudah memasuki kawruh tentang GUSTI ALLAH. Kita akan tahu ternyata GUSTI ALLAH yang memberitahu, membuat kita memiliki apa-apa, bahkan GUSTI ALLAH yang membuat kita menjadi tahu apa-apa. GUSTI ALLAH juga menjadikan kita menjadi ada, dari tidak ada dan akan menuju ke ketiadaan.

Filosofi "Golekana Tapake Kuntul Mabur" tadi sebenarnya adalah rasa pasrah pada GUSTI ALLAH. Rasa kepasrahan pada GUSTI ALLAH itu adalah dengan cara manembah pada GUSTI ALLAH tan kendhat rino kelawan wengi" dan memberi pertolongan kepada sesama makhluk hidup, saling berbagi serta saling mengasihi sesama.(*)

Dengarkanlah Selalu Suara Hati

Banyak orang bijak yang mengatakan "Dengarkanlah suara hati". Pada hakekatnya, suara hati yang dimaksud adalah hati nurani yang ada pada setiap manusia. Perkataan orang bijak tersebut memang benar. Dengan lebih banyak mendengarkan suara hati, maka manusia akan lebih tertuntun dan tertata iman dan perilakunya dibandingkan dengan orang yang tidak mau mendengarkan suara hatinya. Dengan lebih banyak mendengarkan suara hati, maka manusia akan bisa lebih mendekat pada GUSTI ALLAH, karena nantinya manusia akan dituntunNYA untuk lebih dekat kepadaNYA untuk lebih bisa mendapatkan kasampurnaning urip (hidup yang sempurna).

Hal itu pernah diajarkan Mangkunegoro IV lewat serat karangannya yang berjudul "Wedhatama". Disebutkan dalam serat tersebut

Aywa sembrana ing kalbu
wawasen wuwusireki
Ing kono Yekti karasa
Dudu ucape pribadi
Marma den sambadeng sedya
Wewesen Praptaning uwis

Janganlah mengabaikan suara hati,
dan berusahalah selalu mawas diri.
Maka Kelak akan merasa adanya suara
Yang terucap bukan dari diri pribadi
Oleh karena itu, turutilah niat tersebut,
Sampai akhir tujuannya.


Marma den taberi kulup
angulah lantiping ati
Rina wengi den anedya
Pandak-panduking pambudi
Mbengkas kaardaning driya
Supadya dadya utami.

Oleh karena itu, tekunlah nak!
Dalam mengolah ketajaman hati
Dengan memohon siang malam
Untuk dapat menemukan kebenaran dan berusaha selalu berbuat baik
Dengan menyingkirkan gejolak hawa nafsu
Agar menjadi orang yang berbudi luhur


Pertanyaannya, bagaimana mengasah hati agar lebih tajam dan jelas dalam menyuarakan kebenaran sehingga kita semua mampu mendengarnya? Caranya yaitu


Pengasahe sepi samun
aywa esah ing salami
samangsa wis kawistara
lalandhepe mingis-mingis
pasah wukir reksamuka
kekes srabedaning budi

Dalam mengasah ketajaman hati
seyogyanya ditempat yang sunyi
Harus menjauhkan dari pikiran pamrih
Apabila sudah tajam dan dapat mengikis gunung (ibaratnya)
Maka harus mampu memerangi hawa nafsunya.
(*)


Mengupas Filosofi Punakawan

Banyak hal yang bisa kita ambil dari filosofi wayang. Secara tersirat empat sosok Punakawan memiliki arti filosofis yang tinggi. Dalam berbagai cerita di wayang, Punakawan adalah merupakan empat sosok yang memiliki kesetiaan tinggi pada Bendaranya (tuannya). Mereka selalu mengawal kemana pun tuannya pergi.

Sebelum kita membahas mengenai sosok Punakawan, terlebih dulu kita kupas arti dari Punakawan. Kata Punakawan juga bisa disebut Panakawan. Panakawan terdiri dari kata Pana = Memahami; Kawan: Teman. Teman dalam hal ini yang dimaksud adalah teman hidup yang senantiasa mendampingi kita. Secara tersirat, keempat sosok Punakawan itu merupakan gambaran dari pemahaman Kawruh Kejawen, Sedulur Papat, Lima Pancer. 

Keempat sosok Punakawan tersebut sangat terkenal, mereka antara lain Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka digambarkan sangat setia mengawal kemana pun ksatria yang menjadi tuannya pergi. Tuan dari Panakawan yang sering dikawal adalah Arjuna. Umumnya, para Panakawan mengiringi kemana pun Arjuna pergi untuk melakukan tapa brata.

Pertanyaan yang muncul, jika Punakawan/Panakawan digambarkan sebagai Sedulur Papat, lalu siapa makna filosofis bagi ksatria (Arjuna) yang dikawal Punakawan itu? Simbolisasi ksatria adalah diri manusia itu sendiri yang juga disebut Pancer.

Posisi pancer berada di tengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia hidup diawali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah.

Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil. Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Seperti halnya pada agama Islam yang juga dinyatakan di Al Qur'an bahwa "Pada setiap manusia ada penjaga-penjaganya".

Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan. Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais yang mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir, Paraning Dumadi.

Dhandhanggula

1. Ana kidung akadang premati, among tuwuh ing kawastanira, nganakaken saciptane, kakang kawah puniku, kang rumeksa ing awak mami, anekakaken sedya, pan kuwasanipun, adhi ari-ari ika, kang mayungi ing laku kuwasaneki, ngenakaken pengarah.

2. Ponang getih ing rahina wengi, angrowangi Allah kang kuwasa andadekaken karsane, puser kuwasanipun, nguyu-uyu sembawa mami, nuruti ing panendha, kuwasanireku, jangkep kadangingsun papat, kalimane pancer wus sawiji, nunggul sawujud ingwang. 

3. Yeku kadangingsun kang umijil, saking margaina sareng samya sadina awor enggone, sekawan kadangingsun, dadiya makdumsarpin sira, wawayangan ing dat reke dadiya kanthi, saparan datan pisah.(*)

Memahami Tataran Panembah Ala Kejawen

Sama halnya tataran ilmu yang ada di agama Islam, Kejawen pun juga memiliki tataran panembah. Dalam agama Islam dikenal tataran ilmu seperti syariat, thoriqot, hakekat dan makrifat. Lha bagaimana tataran panembah dalam Kejawen?

Setidaknya kita bisa melihat dari bait-bait serat Wedhatama yang dikarang oleh Sri Mangkunegowo. Dari bait-bait itu, kita bisa belajar tataran syariat itu bisa menyehatkan badan. Dengan badan yang sehat maka dimaksudkan akan mendapatkan ketentraman dan ketenangan hati.

Panembah yang lebih tinggi lagi adalah sembah kalbu. Dengan melakukan sembah kalbu, maka kita akan diberi anugerah oleh GUSTI ALLAH untuk memahami siapa yang mengasuh diri kita mulai sedulur papat hingga guru sejati. 

Panembah kalbu itu tidak perlu berwudhu seperti halnya sembah syariat. Bersucinya adalah dengan hati yang tulus dan ikhlas tanpa 'itung-itungan' dengan GUSTI ALLAH. Artinya tidak lagi memperhitungkan berapa pahala yang akan kita dapatkan... 

* Lire sarengat iku
kena uga ingaran laku
dhingin ajeg kapindone ataberi
pakolehe putraningsun
Nyenyeger badan mrih kaot
Sesungguhnya syariat itu
dapat disebut lelaku, yang bersifat ajeg dan tekun
Anakku, hasil syariat adalah dapat menyegarkan badan
agar lebih baik

* Wong seger badanipun
Otot daging kulit balung sungsum
Tumrah ing rah memarah
Antenging ati
Antenging ati nunungku
Angruwat ruweding batos

Badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,
mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.
ketenangan hati membantu
membersihkan kekusutan batin.

*Mangkono mungguh ingsun
Ananging ta sarehne asnafun
Beda beda panduk mandhuming dumadi
Sayekti nora jumbuh
Tekad kang padha linakon

Begitulah menurutku!
Tetapi orang itu berbeda-beda,
Beda pula garis nasib dari Tuhan.
Sebenarnya tidak cocok
Tekad yang pada dijalankan itu

* Nanging ta paksa tutur
Rehne tuwa tuwase mung catur
Bok lumuntur lantaraning reh utami
Sing sapa temen tinemu
Nugraha geming kaprabon
Namun terpaksa memberi nasehat
Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi petuah
Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama
Barang siapa bersungguh-sungguh
akan mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan

* Samengko sembah kalbu
Yen lumintu uga dadi laku
Laku agung kang kagungan Narapati
Patitis tetesing kawruh
Meruhi marang kang momong
Nantinya, sembah kalbu itu
jika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual
Olah (spiritual tingkat tinggi yang dimiliki Raja.
Tujuan ajaran ilmu ini; untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer)

* Sucine tanpa banyu
Mung nyunyuda mring hardaning kalbu
Pambukane tata titi ngati-ati
Atetep telaten atul
Tuladan marang waspaos
Bersucinya tidak menggunakan air
Hanya menahan nafsu di hati
Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)
Teguh, sabar dan tekun,
Semua menjadi watak dasar, Teladan bagi sikap waspada.

* Mring jatining pandulu
Panduk ing ndon dedalan satuhu
Lamun lugu legutaning reh maligi
Lageane tumalawung
Wenganing alam kinaot

Dalam penglihatan yang sejati,
Menggapai sasaran dengan tatacara yang benar
Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi
Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan
Itulah, terbukanya 'alam lain'

* Yen wus kambah kadyeku
Sarat sareh saniskareng laku
Kalakone saka eneng ening eling
Ilanging rasa tumlawung
Kono adiling Hyang Manon
Bila telah mencapai seperti itu,
Syaratnya sabar segala tingkah laku
Berhasilnya dengan cara
Membangun kesadaran, mengheningkan cipta,
pusatkan pikiran kepada energi Tuhan
Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, disitulah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam ghaib rahasia Tuhan).

* Gagare ngunggar kayun
Tan kayungyun mring ayuning kayun
Bangsa anggit yen ginigit nora dadi
Marma den awas den emut
Mring pamurunging kalakon

Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)
Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati,
Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.
Maka awas dan ingatlah
Dengan yang membuat gagal tujuan.(*)

Membangun Kepribadian Bangsa Berbudaya Buceng Guyub

DALAM budaya hidup bermasyarakat di tanah Jawa, masyarakatnya sudah tidak asing dengan yang namanya buceng. Buceng juga dikenal dengan nama tumpeng. Dalam ajaran Kejawen senantiasa masyarakat Jawa diajari untuk membaca apa yang ada disekelilingnya. Misalnya, saat mengadakan acara selamatan dengan tumpeng, apa hikmah yang bisa diambil dari acara itu. Bukan malah mengungkapkan dengan komentar negatif tanpa bisa mengambil hikmah di balik sebuah peristiwa.

Membaca, ya...membaca itulah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Hingga muncul kata-kata 'belajar moco urip' (belajar membaca hidup). Hal itu sesuai dengan tuntunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW saat menerima wahyu ayat pertama yaitu Iqra. Dalam ayat tersebut, kata-kata Iqra tadi dibaca hingga 3 kali. Iqra...Iqra...Iqra....(Bacalah...Bacalah...Bacalah). Pertanyaannya? Apa yang harus dibaca? Mengapa kita wajib untuk membaca?

Jawabannya, ternyata yang dibaca bukanlah buku yang sudah ada....tetapi 'buku' kehidupan ini. Kita wajib untuk membaca karena dengan membaca maka manusia akan semakin memahami kekuasaan GUSTI ALLAH. Nah, kali ini kita diajari membaca budaya bangsa lewat selamatan dengan tumpeng. Apa hakekat yang terkandung di dalam sebuah tumpeng tersebut?

Jika Anda berkunjung ke makam sang Proklamator Bung Karno, maka setelah memasuki gapura Anda akan melihat di sebelah kanan ada 'ajaran' untuk membaca sebuah tumpeng dan ternyata lewat tumpeng itulah Bung Karno membangun negara Indonesia ini. Bung Karno yang saat itu ingin memperkuat negara Indonesia mendapatkan ilham lewat buceng guyub (kesatuan tumpeng) bahwa angkatan laut, darat dan udara harus bersatu seperti bersatunya buceng guyub agar Indonesia menjadi sebuah negara yang memiliki angkatan perang yang kuat. 

HAMBANGUN KAPRIBADEN BANGSA KANTHI BUDHAYA BUCENG GUYUB
Oleh: Ki Amang Pramoe Soedirdja
1. Jumbuh kalyan dhawuh para Nabi,
para Wali lan para Bentuah,
Suhada' dalah Gurune
Kang nyebarake ngelmu
Pangerane kang Maha Suci
Meling mring para anak
Trusing putu buyut
Leluhur mulyane mulya
Dudu bandha donya ingkang anganteni
Sowan ngarsa Pangeran

1. Berhubungan dengan petuah para Nabi,
para Wali dan para orang suci,
Suhada'dan para gurunya
yang menyebarkan ilmu
Tuhan yang maha Suci
mengingatkan pada para anak
terus ke cucu dan cicit
dan para leluhur yang dimulyakan
bukan harta dunia yang menanti
menghadap pada Tuhan

2. Pra Leluhur sowan ngarsa Gusti
Luwih mulya nalika anulat
Uripe anak turunne
Kang tansah guyub rukun
Reruntungan tulus ing ati
Tan ana Cecongkrahan
Serta tindak dudu
Tulung - tinulung sapadha
Tinebihna saking niat srei drengki
Luputa ing panandhang

2. Para Leluhur yang menghadap Tuhan
Lebih mulia ketika berdoa
hidup anak keturunannya
agar senantiasa hidup rukun dan bersatu
Bersama-sama tulus dalam hati
Tidak ada yang bertengkar
Serta berperilaku tidak baik
Tolong - menolong sesama
Dijauhkan dari niat iri dan dengki
Dihindarkan dari cobaan

3. Buceng Guyub tansah mengku werdi
Tanda gegayuhanne wong tuwa
Nggayuh guyub nak turunne
Lelambang wohing tuwuh
Tetuwuhan lumahing Bumi
Ana pala kesempar
Uga pala gandul
Pala pendhem uga sarta
Rinakit wujud bebucengan sayekti
Nuwuhke kasantosan

3. Buceng Guyub Selalu memiliki makna
Tanda keinginan orang tua
Mencapai kerukunan anak keturunannya
Sebagai lambang buah yang tumbuh
Tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi
Ada buah yang muncul di atas tanah
Ada buah yang menggantung
Ada buah yang tertimbun tanah juga
Dirakit dalam wujud buceng yang sesungguhnya
Melahirkan kesentausaan
4. Ana maneh kudu di sarati
Mawa kurban sato belehan
Kewan darat wujutanne
Tambahan kewan banyu
Beriberan jo nganti kari
Srana ngedohke balak
Raharja jinangkung
Sumber pitu unjukannya
Mundhut saking sumur tangga kanan kering
Nggo rakete bebrayan

4. Ada lagi yang harus menjadi syarat
Dengan hewan kurban yang disembelih
Wujudnya hewan darat
Ditambah hewan air
Hewan yang terbang jangan sampai ketinggalan
Sebagai sarana menjauhkan malapetaka
Dianugerahi keselamatan
Minumannya diambil dari 7 sumber mata air
Diambil dari sumur tetangga kiri-kanan
Untuk mempererat hubungan

5. Panyuwunan kanthi muja - muji
Marang Gusti muga kasembadan
Kepenak urip burine
Upama sugih mbrewu
Dennya golek kudu nastiti
Aja mung angger nabrak
lali saru siku
Elinga marang piwulang
Sapa nandhur bakal ngundhuh tembe mburi
Kuwi lakonne kodrat

5. Permohonan dengan memuja - memuji
Kepada Tuhan agar dikabulkan
Tenteram hidup di belakang hari
Umpama hidupnya kaya
Hendaknya cara mencarinya harus hati-hati
Jangan hanya sekedar menabrak tatanan
Lupa terhadap perilaku yang tidak senonoh
Ingatlah pada ajaran
Siapa yang menanam bakal memetik di kemudian hari
Itu sudah jalannya kodrat

6. Mula tansah paring sembah Gusti
Gusti ingkang akarya jagad
Awujud bebucenganne
Kang aran buceng guyub
Kang kadamel kanggo mranani
Guyube kulawarga
Trusing anak putu
Tangga teparo diundang
Ndoga bareng saperlu melu ngamini
Guyube kasembadan

6. Maka hendaknya selalu menghaturkan sembah pada Tuhan
Tuhan yang menciptakan alam semesta
Dalam wujud bebucengane
Yang disebut buceng guyub
Yang dibuat sebagai pertanda
Guyubnya keluarga
Hingga anak cucu
Tetangga kiri-kanan diundang
Berdoa bersama agar ikut mengamini
Guyubnya dikabulkan.(*)

Filsafat Pacul, Wejangan Sunan Kalijaga pada Ki Ageng Sela

DALAM ngelmu, seseorang dituntut untuk menggunakan pikirannya untuk membaca dan memahami apa-apa yang ada di sekelilingnya. Ketika seseorang meguru atau berguru pada orang yang sudah mumpuni dalam hal ilmu rasa, maka dia harus 'menggerakkan' otaknya untuk memahami apa yang ada di alam semesta ini. Artinya, alam semesta ini 'dibaca' dan diartikan sendiri apa yang menjadi makna sejatinya.

Ki Ageng Sela yang kondang namanya lantaran mampu menangkap petir pun pernah berguru pada Kanjeng Sunan Kalijaga. Salah satu wejangan dari Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela adalah tentang Pacul. Ketika itu Kanjeng Sunan Kalijaga menyuruh Ki Ageng Sela untuk 'membaca' Pacul.

Pacul atau cangkul adalah salah satu alat yang merupakan senjata para petani. Senjata ini digunakan para petani untuk mengolah lahan pertanian. Tampaknya memang sederhana, Pacul. Tapi makna yang terkandung di dalamnya sangatlah tinggi.

Dari wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga terhadap Ki Ageng Sela, Pacul atau cangkul itu terdiri dari 3 bagian. Ketiga bagian tersebut adalah: Pacul (bagian yang tajam untuk mengolah lahan pertanian), Bawak (lingkaran tempat batang doran), dan Doran (batang kayu untuk pegangan cangkul).

Menurut wejangan Kanjeng Sunan Kalijaga, sebuah pacul yang lengkap, tidak akan dapat berdiri sendiri-sendiri. Ketiga bagian tersebut harus bersatu untuk dapat digunakan oleh petani. Apa sebenarnya arti dari Pacul, Bawak dan Doran itu?

* Pacul. Memiliki arti "ngipatake barang kang muncul"
  Artinya, menyingkirkan bagian yang mendugul atau bagian yang tidak rata. Dari alat Pacul tersebut setidaknya bisa diartikan bahwa kita manusia ini harus selalu berbuat baik dengan menyingkirkan sifat-sifat yang tidak rata, seperti ego yang berlebih, cepat marah, mau menang sendiri dan sifat-sifat jelek kita lainnya yang dikatakan 'tidak rata'.

* Bawak. Memiliki arti "obahing awak".
  Arti obahing awak adalah gerak tubuh. Maksudnya, kita manusia hidup ini diwajibkan untuk berikhtiar mencari rezeki dari GUSTI ALLAH guna memenuhi kebutuhan hidup. Disamping itu, arti ikhtiar tersebut juga bukan hanya berarti mencari rezeki semata, tetapi juga ikhtiar untuk senantiasa "manembah GUSTI ALLAH tan kendhat Rino Kelawan Wengi" (menyembah GUSTI ALLAH siang maupun malam).

* Doran. Memiliki arti "Dongo marang Pengeran" ada juga yang mengartikan "Ojo Adoh Marang Pengeran". Arti "Dongo Marang Pengeran" adalah doa yang dipanjatkan pada GUSTI ALLAH. Pengeran berasal dari kata GUSTI ALLAH kang dingengeri (GUSTI ALLAH yang diikuti). Sedangkan "Ojo Adoh Marang Pengeran" memiliki arti janganlah kita manusia ini menjauhi GUSTI ALLAH. Manusia harus senantiasa wajib ingat dan menyembah GUSTI ALLAH, bukan menyembah yang lain.

Ketiga bagian Pacul tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Kalau digabung, maka ketiganya memiliki arti, manusia hendaknya mampu menyingkirkan sifat-sifat buruknya, berikhtiar untuk mencari rezeki GUSTI ALLAH dan tidak melupakan untuk selalu berdoa dan menyembah GUSTI ALLAH. Bukankah kini kita mengetahui bahwa benda Pacul itu memiliki nilai filsafat yang tinggi?(*)

Minggu, 14 April 2013

Mengenal karakter perempuan menurut PRIMBON JAWA



Dalam memilih bakal isteri, masyarakat Jawa dahulu menggariskan beberapa falsafah untuk mengenal sifat-sifat bathiniah wanita berdasarkan :

1. Ciri-ciri fisik tubuh-nya
2.tanggal lahirnya








Pengetahuan ini adalah berasaskan kitab Primbon Jawa. Segala catatan ini adalah untuk menambah pengetahuan semata-mata.

a. Berdasarkan Ciri Fisik

1. Beras Tumpah
Ciri-ciri = Kulit kuning, rambut lembut hingga ke hujung, payudara besar, di telinga ada tahi lalat.
Dia lekas naik darah, pemboros serta suka bertengkar dengan suami.

2. Bintang Kesiangan
Berkulit hitam manis, rambut lebat berombak, wajah manis, mata redup seperti mengantuk.
Dia senang bersama dan mesra dengan suami.

3. Durgasari
Muka bujur telur berwarna sedikit kemerahan, leher jenjang.
Suka khianat, tidak baik dalam rumahtangga dan suka berbohong.

4. Silasari
Kulit kuning, rambut keperangan lembut sampai ke hujung, payudara kecil, tahi lalat di cuping telinga.
Suka naik darah dan pemboros

5. Emping hijau
Kulit gelap, rambut hitam lembut, muka panjang, badan tegap,kaki kecil dan kering, kuku panjang dan kecil.
Dia baik, murah rezekinya, bertuah, tapi suka merajuk dan pulang ke rumah orang tuanya.

6. Matahari Jatuh
Kulit kuning, urat nampak hijau, alis lentik, mata redup, wajah manis.
Sabar, bertutur dengan berhati-hati, berbudi bahasa, dapat menerima dimadu, setia, teliti dalam pekerjaan, murah rezeki.

7. Puspa Mekar
Bentuk badan seperti lelaki, tulang agak menonjol, bila berdiri kaki seakan bertemu, ruas betis panjang.
Dia dapat melayani kehendak suami.

8. Galak Ulat
Kulit kuning, rambut keras dan lurus, hujung rambut warna merah.
Dia sering menolak kehendak suami.

9. Gandasari
Kulit kuning, rambut hitam berkilat, leher agak pendek , gerak tubuh seperti orang malas, buah dada tergantung, tingkah laku pantas, manis dipandang.
Tidak menampakkan marah, tutur katannya lembut dan pandai dalam melaksanakan kewajipan.

10. Sinar Kencana
Duduknya tenang, agak pendiam, berkulit gelap, rambut lembut, hitam dan halus, bertubuh besar.
Perempuan ini baik. Pandai menjaga hati.

11. Sirih Terlentang
Kaki agak melintang, jika berjalan kaki suka menendang tanah.
Pemboros serta suka melakukan perbuatan keji

12. Bunga Lawang
Tubuh kecil, kulit putih kekuningan, melangkah seperti harimau lapar, sentiasa mau cepat pergi kemana-mana.
Pandai simpan rahasia, sopan santun, mementingkan kebahagiaan rumahtangga dan keluarga.

13. Matahari Terbenam
Badan kecil, warna kulit kemerahan, sedikit tanda kebiruan di wajah, alis mata tebal.
Penyimpan rahasia, spontan, tidak sesuai dijadikan isteri tetapi sesuai sebagai sahabat.

14. Sari Maya
Badan kurus, rambut genjur dan kasar, wajah kemerahan.
Tak pandai meminta2, menerima apa saja keadaan, taat perintah Allah.

15. Kunci Kencana
Kulit gelap, badan tinggi besar, kaki pendek.
Dia amat bosan kepada suami.


b. Berdasarkan Tanggal Kelahiran

Tanggal 1.
Berwatak keras, kemauannya sulit dibelokkan. Umumnya sangat setia kepada pasangannya, selalu menepati janji dan mencintai suaminya sepenuh hati sampai mati. Sisi negatifnya adalah mudah putus asa, gampang menyerah, dan sulit melupakan kegagalan yang dialaminya.

Tanggal 2.
Pandai bergaul dan tidak membosankan sehingga perempuan ini selalu mempunyai banyak teman.
Jika ia menikah biasanya mempunyai banyak anak.

Tanggal 3.
Berkemauan keras, suka marah tapi cuma sebentar dan tidak pendendam. Ia tidak akan membalas
walaupun disakiti orang lain karena sifatnya yang pemaaf. Selain itu ia tipe perempuan yang setia.

Tanggal 4.
Pendiam tapi banyak akal. Otaknya berisi dan daya ingatnya tinggi, sehingga kebanyakan perempuan yang lahir tanggal 4 mencapai prestasi akamedis yang tinggi.

Tanggal 5.
Umumnya banyak bicara dan suka gosip. Mudah marah dan biasanya kalau marah tangannya ikut 'bicara'. Jika menikah perempuan ini akan membuat keluarganya kaya dan ia sama sekali tidak kikir, suka mendermakan hartanya.

Tanggal 6.
Wataknya pelupa dan ceroboh, karena itu tidak heran jika sering mendapat marah atau teguran. Akan tetapi ia perempuan yang rajin dan tekun serta tidak pernah mengeluh.

Tanggal 7.
Pendiam dan hanya bicara seperlunya. Ia juga tipe setia walapun pasangannya tidak terlalu
memperhatikannya. Sisi negatifnya adalah pemalas.

Tanggal 8.
Selalu berpikir panjang sebelum memutuskan atau melakukan sesuatu. Sangat taat terhadap ajaran agama yang dianutnya. Setia kepada suami tapi tidak sayang kepada mertua.

Tanggal 9.
Berhati keras sehingga sulit dinasehati dan selalu menuruti kemauannya sendiri.
Ia juga mudah marah, mudah tersinggung, tapi mudah pula melupakannya.

Tanggal 10.
Berwawasan luas dan selalu mempertimbangkan baik buruk dalam melakukan sesuatu. Ia tidak suka membicarakan kejelekan orang lain. Mempunyai sifat pelupa, walaupun masih muda usia.

Tanggal 11.
Menjunjung tinggi sopan santun dan selalu menghormati orang yang lebih tua.
Penuh pertimbangan dalam melakukan sesuatu dan tidak menyukai pertengkaran. Perempuan ini tidak mudah tersinggung; jika ada orang yang mengkritiknya, ia malah sangat berterimakasih.

Tanggal 12.
Pendiam tapi mudah marah. Menyukai berbicara tentang kebaikan dan kebajikan, akan tetapi cara bicaranya sering menggunakan kata-kata yang tajam sehingga banyak orang menjadi tersinggung.

Tanggal 13.
Pembohong dan suka berdusta. Juga keras kepala, karena itu sukar untuk dinasehati. Tetapi ia perempuan yang rajin bekerja dan hemat. Sayangnya ia juga pelit.

Tanggal 14.
Pandai bicara yang menarik perhatian orang sehingga banyak teman. Hatinya sendiri juga baik, tidak sombong, tidak suka berprasangka dan selalu berbicara dan berpikir hal yang baik-baik saja.

Tanggal 15.
Pandai memecahkan persoalan dengan pikirannya yang berwawasan luas. Ia juga ulet dan tidak mudah putus asa. Jika disakiti, perempuan ini lebih suka memaafkannya daripada balas dendam.

Tanggal 16.
Supel dan ramah sehingga banyak teman. Dalam bergaul suka sekali membicarakan orang lain. Selain itu ia mudah lupa dan suka bermalas-malasan.

Tanggal 17.
Sifatnya yang sabar, cinta damai, dan suka memaafkan kesalahan orang lain membuatnya disayang keluarga dan teman-temannya. Perempuan ini juga penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu agar tidak menyesal di kemudian hari.

Tanggal 18.
Bergaya hidup mewah. Suka akan barang-barang bermerek dan mahal. Sangat rajin bekerja dan ulet, sayang suka berbohong.

Tanggal 19.
Perempuan ini selalu berusaha keras untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Tapi jika akhirnya tidak tercapai, ia bisa menerimanya dengan pasrah. Ia juga mudah tersinggung.

Tanggal 20.
Kurangnya kepercayaan diri membuatnya mudah dihasut sehingga sering melakukan sesuatu yang di luar kesadarannya. Ia juga mudah putus asa dan pelupa.

Tanggal 21.
Pandai menilai karakter orang lain, tapi kemudian menggunakannya sebagai bahan gosip untuk menarik perhatian teman-temannya. Perempuan ini mempunyai pendirian yang kuat sehingga tidak mudah dipengaruhi.

Tanggal 22.
Suka membaca dan bertanya membuatnya kaya akan pengetahuan. Cenderung pendiam dan secara
diam-diam menilai karakter orang-orang di sekitarnya.
Ia hanya mau bicara tentang hal yang benar-benar diketahuinya atau dipahaminya.

Tanggal 23.
Suka bercanda sehingga orang lain sering bingung kapan ia serius dan kapan tidak. Walaupun begitu ia juga mudah marah kalau tersinggung walaupun jarang. Ia juga tipe perempuan yang setia.

Tanggal 24.
Pandai mengatur keuangan dan suka memberi nasehat kepada teman atau anggota keluarga yang berbuat kesalahan. Ia rajin bekerja dan tidak suka gosip.

Tanggal 25.
Berpikir positip, logis dan berpandangan luas. Perempuan ini menyukai hal-hal yang praktis dan tidak suka hal-hal yang berbau takhayul. Ia suka membantu orang yang membutuhkannya.
Sifat negatifnya sulit memaafkan kesalahan orang lain dan juga dirinya sendiri.

Tanggal 26.
Perempuan ini pekerja yang giat. Ia tidak bisa diam, apa yang biasa dikerjakan, ia kerjakan dengan semangat. Sayangnya ia agak ceroboh dan seringkali gegabah dalam mengambil keputusan.

Tanggal 27.
Pandai membedakan baik dan buruk, sehingga ia menjadi jarang membuat keputusan yang salah. Ia menjadi tempat mencari nasehat bagi teman-teman dan kerabatnya. Ia juga pandai menilai sifat orang lain

Tanggal 28.
Sangat berbakat dalam memanfaatkan uang untuk berbisnis. Kepandaiannya berbicara mendukung bakatnya tersebut. Namun ia kurang tabah dalam menghadapi cobaan.

Tanggal 29.
Agak pembosan dan kurang setia terhadap suaminya. Tapi selalu disayang oleh anak-anaknya dan berhasil mendidik mereka. Perempuan ini selalu tegar menghadapi cobaan dan pandai
menyelesaikan masalah.

Tanggal 30.
Banyak rejekinya walaupun bukan pekerja keras. Suka membagi-bagikan rejekinya kepada orang yang membutuhkannya. Tapi ia tidak suka dibohongi.

Tanggal 31.
Mempunyai bakat seni yang luar biasa dan umumnya menjadi orang terkenal setelah mengembangkan bakatnya tersebut. Mudah bosan dan selalu mencari sesuatu yang lain dari yanglain. Agak pemilih dalam berteman, tapi begitu berteman biasanya awet sampai tua.


Ref: http://my.opera.com/suryagunawan/

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda